oleh

Hari Wayang Nasional, GWO Sriwedari Makin Merana Ditengah Pandemi

METROPOS.ID, SOLO – Sebagai upaya melestarikan seni budaya tradisional, tepat pada tanggal 7 Nopember 2018 lalu, Presiden Joko Widodo telah menetapkan sebagai Hari Wayang Nasional (HW). Namun di tengah pandemi COVID -19, HWN kali ini sepertinya tak terdengar ada gemanya.

Di Kota Solo, nama Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari, Solo sebagai satu-satunya tempat pergelaran wayang orang yang masih eksis di Jawa Tengah kondisi makin memprihatinkan. Sejak ada pembatasan kegiatan sosial yang berpotensi mendatangkan kerumunan, pertunjukan wayang orang kini ada pembatasan jumlah penonton sesuai protokol kesehatan.

Pada awalnya sekira bulan Juni, pertunjukan digelar siang hari dengan pembatasan penonton hanya 20 persen dari kapasitas gedung dengan durasi sekira 1 jam serta disiarkan live streaming.

Namun seiring penyesuaian masa kenormalan baru, Agustus lalu pentas wayang orang mulai main normal seminggu tiga kali, Kamis, Jum’at dan Sabtu, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, bahkan para pemain pun berupaya untuk tetap menjaga jarak.

Dimata masyarakat Kota Solo, GWO Sriwedari sudah menjadi ikon tak terpisahkan. Namun kondisinya sekarang seperti terpinggirkan akibat gempuran arus modernisasi global. Banyak yang harus dibenahi agar GWO Sriwedari kembali menjadi magnet, menarik minat penggemar wayang orang datang melihat.

Seperti disampaikan, Ketua Forum Budaya Mataram (FBM), BRM Kusumo Putro, peringatan HWN di tengah pandemi saat ini, bertolak belakang dengan kondisi GWO Sriwedari. Sebagai tempat pertunjukan seni bersejarah bisa diibaratkan seperti hidup segan mati tak mau.

“Jika semula rutin menggelar pentas dengan mendatangkan penonton, kini hanya pentas daring semingu dua kali. Bahkan sebelum pandemi, kondisinya juga tidak lebih baik. Ini kami nilai karena kurangnya dukungan, terutama dari pemerintah,” kata Kusumo, Sabtu (7/11/2020).

Menurutnya, GWO Sriwedari saat ini sudah tidak layak lagi disebut sebagai tempat pagelaran seni. Banyak faktor pendukung yang sudah ketinggalan jaman, mulai sound system, kostum wayang, tempat duduk, panggung, dan yang lainnya.

“Yang paling parah adalah ‘geber’ (gambar layar-red) latar belakang panggung. Itu sudah dipakai sejak tahun 1980, sama sekali belum pernah diganti. Gambar dan kain kanvasnya itu sudah waktunya diganti dengan yang lebih bagus agar effect tiga dimensinya terlihat nyata,” ucapnya.

Saat ini di Indonesia, kata Kusumo hanya ada dua gedung yang khusus digunakan untuk pergelaran wayang orang, yakni GWO Sriwedari Solo dan GWO Bharata di Jakarta. Sangat ironis ketika hari wayang tiap tahun diperingati, namun pada kenyataannya minim apresiasi tergadap kesenian wayang, khususnya untuk tempat pertunjukkan wayang orang.

‘Harapan kami, Pemkot Solo bisa segera membangun gedung pertunjukkan wayang orang diluar Sriwedari. Karena status tanah tempat berdirinya gedung WO Sriwedari saat ini masih dalam sengketa antara Pemkot Solo dan Keluarga Wiryodiningrat. Ini untuk menghindari persoalan hukum,” ujarnya.

Pentingnya gedung wayang orang segera dibangun di luar Sriwedari, menurut Kusumo agar pertunjukkan wayang orang tidak ditinggalkan penggemarnya, dan Kota Solo tidak kehilangan wayang orang yang telah menjadi ikon Kota Solo sebagai Kota Seni dan Budaya, khususnya seni tradisi kesenian Jawa.

“Untuk bisa mendatangkan pengunjung, baik domestik maupun turis asing, maka gedung yang dibangun harus megah dan modern dengan tidak meninggalkan ciri khas budaya Kota Solo dan tentu harus ditopang fasilitas yang lebih lengkap,” pungkasnya. (Naura/Red).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed