oleh

Ini pendapat Ahli Hukum Pidana : Visum kejadian tahun 2016 tidak bisa  dijadikan bukti.

Terkait Kasus Pernikahan SP dengan anak di bawah umur

METROPOS.ID, SEMARANG – Terkait dengan hasil visum korban D yang yang diduga menjadi korban kejahatan pencabulan dan kekerasan sexual SP di tahun 2016 yang pada saat itu korban masih berusia 7 tahun, Prof. Dr. H. Mahmutarom HR. S.H.,  M.H., Guru Besar dan Rektor Universitas Wahid Hasyim Semarang, berpendapat bahwa hasil Visum bisa diakui dan bisa dijadikan alat bukti, ketika jarak terjadinya suatu perkara dengan pelaksanaan Visum tidak terlalu lama.

“Kalau kejadiannya sudah tahun 2016, ya tentunya sudah tidak valid lagi karena tanda – tanda kekerasan sudah tidak ada lagi, sehingga sudah tidak bisa lagi dijadikan alat bukti hukum, apalagi saat itu korban masih berusia 7 tahun,” tegas Prof Mahmutarom.

Pendapat hukum tersebut disampaikan kepada Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas Anak) Provinsi Jateng, Endar Susilo disela kesibukannya, usai dimintai pendapat hukum tentang hasil visum terhadap korban D, yang telah sampaikan oleh Humas Polda Jateng ke beberapa media.

“Polda Jateng harus fokus mencari bukti dan saksi – saksi lain terkait apakah kejadian yang diduga dilakukan oleh SP itu benar terjadi” lanjutnya.

“Pemeriksaan korban D, harus didampingi oleh instansi atau lembaga peduli dan pemerhati anak, mengingat korban saat ini masih berusia 11 tahun. Sehingga dalam mengambil proses penyelidikan harus berpedoman pada Undang – Undang No.11 tahun 2012 Tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA),” tegasnya.

Sementara itu Endar juga menyampaikan, dalam pengambilan keterangan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Polda Jateng terhadap korban D, alangkah baiknya jika Kami, Komnas Perlindungan Anak dilibatkan dalam pendampingan korban, mengingat bahwa kehadiran Komnas Anak adalah untuk mendampingi, mewakili dan juga untuk kepentingan anak yang diatur dalam Undang – Undang.

“Kami dalam waktu dekat akan berkoordinasi lagi dengan Subdit IV Ditreskrimum Polda Jateng dan meminta diterbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), terkait aduan yang disampaikannya atas Dugaan tindak pidana Kejahatan Anak Dengan korban D (7) Yang diduga dilakukan oleh SP yang diawali dengan perkawinan siri yang terjadi di sekitar bulan Juli tahun 2016,” imbuhnya. (Damar/Red).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed