oleh

Tak Dapat Bantuan COVID -19, Petani Tengah Hutan Ngluruk Balai Desa Kalisari – Randublatung

METROPOS.ID, BLORA –  Kecewa tidak mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa bencana COVID – 19, ratusan petani pinggir hutan warga Ds. Kalisari, Kec. Randublatung, ngluruk balai desa setempat. Aksi protes warga tersebut dinamakan Bagong Ngluruk Khayangan.

Ratusan warga itu, berbondong – bondong berjalan menuju balai desa dengan membentangkan spanduk bertuliskan “rakyat bersatu kawal penyaluran bantuan penanggulangan COVID – 19”.

Puji Utomo salah satu warga Ds. Kalisari mengatakan, penyaluran BLT di lingkungannya dirasa tidak transparan dan tidak tepat sasaran. Malahan, bantuan yang bersumber dari dana desa (DD) kouta jumlah penerimanya dipangkas.

“Awalnya ada 166 KK (Kepala Keluarga) penerima BLT DD, namun oleh Kades hanya direalisasikan sebanyak 105 KK. Lha sisanya kemana? Padahal kami warga sudah kepayahan ekonomi di masa pandemik ini,” kata Puji, Selasa (2/6/2020).

Masih menurutnya, kebijakan Kades memangkas jumlah penerima BLT sangat tidak tepat. Dia beranggapan, kebijakan itu adalah bentuk ketidak pedulian Kades terhadap warga.

Sementara itu, Agus Jumantoro salah satu pendamping aksi warga menjelaskan, pemangkasan jumlah penerima yang dilakukan Kades tidak sesuai dengan Permendes PDTT No 6 tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa 2020.

“Ditengah bencana COVID – 19, jangan sampai oknum melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. Apapun itu, warga harus mendapat prioritas BST,” terangnya.

Supriyono Kades Kalisari mengatakan, pemotongan jumlah penerima itu lantaran ada warga yang sudah mendapatkan BLT ataupun Bantuan Sosial Tunai (BST) yang sumber anggarannya bukan dari DD. Namun dia mengakui, seharusnya sisa kouta penerima bantuan itu langsung di isi oleh warga yang belum menerima BLT ataupun BST sama sekali.

“Saya minta maaf ke warga atas kelalaian ini. Segera akan kami data warga yang belum mendapat bantuan,” katanya.

Sementara itu kordinator Gerakan Masyarakat Mengguat (Geram) Eko Arifianto meminta Kades untuk menempel nama – nama warga penerima bantuan di balai desa agar tercipta transparansi.

“Besok tolong ditempel nama – nama warga yang mendapat bantuan di balai desa ini. Agar warga juga dapat memantau apabila terdapat nama ganda penerima BLT ataupun BST,” jelasnya.

Eko menyampaikan, aksi bertajuk bagong ngluruk khayangan ini merujuk dari kisah pewayangan. Bagong mempunyai sifat dan pembawaan yang kekanak-kanakan. Lucu, jarang bicara, tapi sekali bicara membuat orang tertawa. Dalam pewayangan, Bagong merupakan pengritik tajam bagi tokoh wayang lain yang bertindak tidak benar.

Menurut cerita dalam pewayangan, Bagong diciptakan dari bayangan Semar. Di hari-hari pertama Sang Hyang Ismaya turun ke dunia sebagai Semar untuk bertugas sebagai pamong golongan manusia yang berbudi baik, ia merasa kesepian. Karena itu ia mohon pada ayahnya, yaitu Hyang Tunggal, agar diberi teman. Sebagai teman setia Semar, adalah bayangannya, yang oleh Sang Hyang Tunggal kemudian diubah ujud menjadi Bagong. Itulah sebabnya bentuk dan wajah Bagong amat mirip dengan Semar, perut buncit, hidung pesek dan pantat lebar.

“Kali ini GERAM yang terdiri dari banyak elemen termasuk seniman, budayawan dan sejarahwan, menciptakan makna baru bagi Bagong, yakni sosok rakyat jelata yang mengalami ketidakadilan. Simbol baru itu diciptakan sebagai pasemon terhadap keadaan zaman, di mana saat ini banyak masyarakat di Blora tidak mendapatkan haknya berupa dana bantuan penanggulangan di tengah pandemi COVID -19,” pungkas Eko. (Sam/Red).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed